MUNGKIN di antara Anda pernah melihat seseorang yang sedang berdiam diri tiba- tiba berteriak tidak karuan, berlari ke sana kemari tanpa tujuan. Lalu berhenti dan diam. Lalu mengulangi perbuatan yang sama. Suasana hatinya juga bisa berubah dengan cepat. Orang semacam ini bukan berarti gila. Ini yang dinamakan dengan skizofrenia. Penyakit ini salah satu gangguan jiwa serius. Cirinya adalah hilangnya respons emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal. Penderita skizofrenia ditandai dengan ketidakmampuan menilai realita, seperti mendengar suara-suara, berperilaku aneh, seringkali diikuti dengan delusi atau keyakinan yang salah dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang panca indera). Skizofrenia bisa diderita siapa saja, hanya saja gejalanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Pada laki-laki biasanya dimulai pada usia lebih muda yaitu 15-25 tahun. Sedangkan pada wanita lebih lambat, yaitu sekitar 25-35 tahun. Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri. Menurut dr Irmansyah SpKJ dari Departemen Psikiatri FKUI RSCM, pengetahuan masyarakat masih rendah. Banyak yang tidak mengerti soal skizofrenia. Jika ada anggota keluarganya yang terkena skizofrenia umumnya masih bingung dan menolak, malah mencari pengobatan alternatif. "Skizofrenia bisa disembuhkan. Sangat penting diobati secara teratur dan komprehensif. Dan keluarga harus mendukung, menerima mereka apa adanya dan mendorong kegiatan pasien," kata Irmansyah di sela-sela pembukaan pameran lukisan Mind Art of Schizophrenia di Taman Ismail Marzuki pekan lalu. Sampai saat ini penyebab skizofrenia belum diketahui secara jelas. Penelitian menunjukkan tanda-tanda yang kuat bahwa penyakit ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti gangguan otak, ketidakseimbangan kimiawi otak, gangguan struktur atau fungsi otak. Faktor keturunan juga berperan dalam terjadinya skizofrenia. Risiko untuk menderita skizofrenia akan meningkat apabila ada anggota keluarga yang menderita skizofrenia. "Faktor genetik memang berisiko tinggi. Perkembangan kognitifnya sudah terjadi sebelum mereka lahir. Kemunculan saat dewasa bisa jadi terpicu oleh stres," kata dr Pandu Setiawan SpKJ, Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan RI. Perlu dipahami bahwa skizofrenia bukan disebabkan oleh guna-guna, kutukan, kepribadian ganda, kesalahan dalam pengasuhan, terlalu banyak membaca buku agama, putus pacar, atau keinginan yang tidak terkabul. Penyembuhan skizofrenia selain dengan obat, harus juga dilakukan rehabilitasi. Irmansyah menjelaskan rehabilitasi di sini maksudnya adalah pasien terlibat dalam kegiatan masyarakat. Tapi, harus disesuaikan dengan kemampuan dan secara individual. Bisa berupa terapi kognitif, terapi lukis, atau terapi sosial. "Pengobatan yang benar harus dilakukan secara holistik, menyeluruh dan berkesinambungan. Minum obat pun harus terus menerus, tapi bukan berarti ketergantungan. Lama kelamaan dosisnya bisa diturunkan. hal ini bertujuan untuk memperbaiki struktur neurobiologinya," ujar Pandu. Agak sulit memastikan kesembuhan skizofrenia, namun gejalanya dapat dikendalikan. Itulah sebabnya mengapa pemberian obat harus berlangsung lama dan diperlukan kontrol rutin dan teratur. Adakalanya bisa terjadi kekambuhan bila tidak minum obat dan tidak kontrol ke dokter secara teratur, menghentikan sendiri minum obat tanpa persetujuan dokter, kurang dapat dukungan dari keluarga dan masyarakat, serta adanya masalah yang membuat stres atau beban pikiran. (dam) |
|
Staf Pengajar Bagian Keperawatan Jiwa FIK UNPAD
About Me
- power nursing
- Merupakan Kelompok dari Mata Kuliah Kep.Jiwa 2 Terdiri dari: Ramdani, Ratih Puji Lestari, Dessi Yuliani, Anggi Megawati, Ingrit Ratna Furi, Rizky Yeni, Dwiana Wima
TEMA BLOG KAMI
GANGGUAN ORIENTASI REALITA DAN SKIZOFRENIA
SERTA GANGGUAN HUBUNGAN SOSIAL
SERTA GANGGUAN HUBUNGAN SOSIAL
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
schizophrenia treatment
REFERENSI
Keliat, Budi Anna, dkk. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC
Maslim, Rusdi. 1998. Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta
Stuart, Gail W.2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 5. Jakarta: EGC
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama
Isaac, A. Alih bahasa : Rahayunigsih, D. P. 2005. Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik. Edisi 3. Jakarta. EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar