DI BLOG MATA KULIAH KEPERAWATAN JIWA II
KELOMPOK 2

Staf Pengajar Bagian Keperawatan Jiwa FIK UNPAD

Staf Pengajar Bagian Keperawatan Jiwa FIK UNPAD
Ibu Efri, Ibu Tati, Pak Iyus, Ibu Suryani, Ibu Imas dan Ibu Aat

About Me

Foto saya
Merupakan Kelompok dari Mata Kuliah Kep.Jiwa 2 Terdiri dari: Ramdani, Ratih Puji Lestari, Dessi Yuliani, Anggi Megawati, Ingrit Ratna Furi, Rizky Yeni, Dwiana Wima

TEMA BLOG KAMI

GANGGUAN ORIENTASI REALITA DAN SKIZOFRENIA
SERTA GANGGUAN HUBUNGAN SOSIAL

MUNGKIN di antara Anda pernah melihat seseorang yang sedang berdiam diri tiba- tiba berteriak tidak karuan, berlari ke sana kemari tanpa tujuan. Lalu berhenti dan diam. Lalu mengulangi perbuatan yang sama. Suasana hatinya juga bisa berubah dengan cepat.

Orang semacam ini bukan berarti gila. Ini yang dinamakan dengan skizofrenia. Penyakit ini salah satu gangguan jiwa serius. Cirinya adalah hilangnya respons emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal.

Penderita skizofrenia ditandai dengan ketidakmampuan menilai realita, seperti mendengar suara-suara, berperilaku aneh, seringkali diikuti dengan delusi atau keyakinan yang salah dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang panca indera).

Skizofrenia bisa diderita siapa saja, hanya saja gejalanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Pada laki-laki biasanya dimulai pada usia lebih muda yaitu 15-25 tahun. Sedangkan pada wanita lebih lambat, yaitu sekitar 25-35 tahun. Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri.

Menurut dr Irmansyah SpKJ dari Departemen Psikiatri FKUI RSCM, pengetahuan masyarakat masih rendah. Banyak yang tidak mengerti soal skizofrenia. Jika ada anggota keluarganya yang terkena skizofrenia umumnya masih bingung dan menolak, malah mencari pengobatan alternatif.

"Skizofrenia bisa disembuhkan. Sangat penting diobati secara teratur dan komprehensif. Dan keluarga harus mendukung, menerima mereka apa adanya dan mendorong kegiatan pasien," kata Irmansyah di sela-sela pembukaan pameran lukisan Mind Art of Schizophrenia di Taman Ismail Marzuki pekan lalu.

Sampai saat ini penyebab skizofrenia belum diketahui secara jelas. Penelitian menunjukkan tanda-tanda yang kuat bahwa penyakit ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti gangguan otak, ketidakseimbangan kimiawi otak, gangguan struktur atau fungsi otak.

Faktor keturunan juga berperan dalam terjadinya skizofrenia. Risiko untuk menderita skizofrenia akan meningkat apabila ada anggota keluarga yang menderita skizofrenia. "Faktor genetik memang berisiko tinggi. Perkembangan kognitifnya sudah terjadi sebelum mereka lahir. Kemunculan saat dewasa bisa jadi terpicu oleh stres," kata dr Pandu Setiawan SpKJ, Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan RI.

Perlu dipahami bahwa skizofrenia bukan disebabkan oleh guna-guna, kutukan, kepribadian ganda, kesalahan dalam pengasuhan, terlalu banyak membaca buku agama, putus pacar, atau keinginan yang tidak terkabul.

Penyembuhan skizofrenia selain dengan obat, harus juga dilakukan rehabilitasi. Irmansyah menjelaskan rehabilitasi di sini maksudnya adalah pasien terlibat dalam kegiatan masyarakat. Tapi, harus disesuaikan dengan kemampuan dan secara individual. Bisa berupa terapi kognitif, terapi lukis, atau terapi sosial.

"Pengobatan yang benar harus dilakukan secara holistik, menyeluruh dan berkesinambungan. Minum obat pun harus terus menerus, tapi bukan berarti ketergantungan. Lama kelamaan dosisnya bisa diturunkan. hal ini bertujuan untuk memperbaiki struktur neurobiologinya," ujar Pandu.

Agak sulit memastikan kesembuhan skizofrenia, namun gejalanya dapat dikendalikan. Itulah sebabnya mengapa pemberian obat harus berlangsung lama dan diperlukan kontrol rutin dan teratur.

Adakalanya bisa terjadi kekambuhan bila tidak minum obat dan tidak kontrol ke dokter secara teratur, menghentikan sendiri minum obat tanpa persetujuan dokter, kurang dapat dukungan dari keluarga dan masyarakat, serta adanya masalah yang membuat stres atau beban pikiran. (dam)



Sumber: Warta Kota

Skizofrenia merupakan penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada dopamine, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Ia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra).

Skizofrenia bisa mengenai siapa saja. Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995 menyebutkan 1% populasi penduduk dunia menderita skizofrenia.

75% Penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stresor. Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri.

Pengenalan dan intervensi dini berupa obat dan psikososial sangat penting karena semakin lama ia tidak diobati, kemungkinan kambuh semakin sering dan resistensi terhadap upaya terapi semakin kuat. Seseorang yang mengalami gejala skizofrenia sebaiknya segera dibawa ke psikiater dan psikolog.

Gejala

Indikator premorbid (pra-sakit) pre-skizofrenia antara lain ketidakmampuan seseorang mengekspresikan emosi: wajah dingin, jarang tersenyum, acuh tak acuh. Penyimpangan komunikasi: pasien sulit melakukan pembicaraan terarah, kadang menyimpang (tanjential) atau berputar-putar (sirkumstantial). Gangguan atensi: penderita tidak mampu memfokuskan, mempertahankan, atau memindahkan atensi. Gangguan perilaku: menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial, tidak bisa menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas, mengganggu dan tak disiplin.

Gejala-gejala skizofrenia pada umumnya bisa dibagi menjadi dua kelas:

  1. Gejala-gejala Positif

Termasuk halusinasi, delusi, gangguan pemikiran (kognitif). Gejala-gejala ini disebut positif karena merupakan manifestasi jelas yang dapat diamati oleh orang lain.

  1. Gejala-gejala Negatif

Gejala-gejala yang dimaksud disebut negatif karena merupakan kehilangan dari ciri khas atau fungsi normal seseorang. Termasuk kurang atau tidak mampu menampakkan/mengekspresikan emosi pada wajah dan perilaku, kurangnya dorongan untuk beraktifitas, tidak dapat menikmati kegiatan-kegiatan yang disenangi dan kurangnya kemampuan bicara (alogia).

Meski bayi dan anak-anak kecil dapat menderita skizofrenia atau penyakit psikotik yang lainnya, keberadaan skizofrenia pada grup ini sangat sulit dibedakan dengan gangguan kejiwaan seperti autisme, sindrom Asperger atau ADHD atau gangguan perilaku dan gangguan stres post-traumatik. Oleh sebab itu diagnosa penyakit psikotik atau skizofrenia pada anak-anak kecil harus dilakukan dengan sangat berhati-hati oleh psikiater atau psikolog yang bersangkutan.

Pada remaja perlu diperhatikan kepribadian pra-sakit yang merupakan faktor predisposisi skizofrenia, yaitu gangguan kepribadian paranoid atau kecurigaan berlebihan, menganggap semua orang sebagai musuh. Gangguan kepribadian skizoid yaitu emosi dingin, kurang mampu bersikap hangat dan ramah pada orang lain serta selalu menyendiri. Pada gangguan skizotipal orang memiliki perilaku atau tampilan diri aneh dan ganjil, afek sempit, percaya hal-hal aneh, pikiran magis yang berpengaruh pada perilakunya, persepsi pancaindra yang tidak biasa, pikiran obsesif tak terkendali, pikiran yang samar-samar, penuh kiasan, sangat rinci dan ruwet atau stereotipik yang termanifestasi dalam pembicaraan yang aneh dan inkoheren.

Tidak semua orang yang memiliki indikator premorbid pasti berkembang menjadi skizofrenia. Banyak faktor lain yang berperan untuk munculnya gejala skizofrenia, misalnya stresor lingkungan dan faktor genetik. Sebaliknya, mereka yang normal bisa saja menderita skizofrenia jika stresor psikososial terlalu berat sehingga tak mampu mengatasi. Beberapa jenis obat-obatan terlarang seperti ganja, halusinogen atau amfetamin (ekstasi) juga dapat menimbulkan gejala-gejala psikosis.

Penderita skizofrenia memerlukan perhatian dan empati, namun keluarga perlu menghindari reaksi yang berlebihan seperti sikap terlalu mengkritik, terlalu memanjakan dan terlalu mengontrol yang justru bisa menyulitkan penyembuhan. Perawatan terpenting dalam menyembuhkan penderita skizofrenia adalah perawatan obat-obatan antipsikotik yang dikombinasikan dengan perawatan terapi psikologis.

Kesabaran dan perhatian yang tepat sangat diperlukan oleh penderita skizofrenia. Keluarga perlu mendukung serta memotivasi penderita untuk sembuh. Kisah John Nash, doktor ilmu matematika dan pemenang hadiah Nobel 1994 yang mengilhami film A Beautiful Mind, membuktikan bahwa penderita skizofrenia bisa sembuh dan tetap berprestasi.

schizophrenia treatment

REFERENSI


Keliat, Budi Anna, dkk. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC
Maslim, Rusdi. 1998. Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta
Stuart, Gail W.2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 5. Jakarta: EGC
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama
Isaac, A. Alih bahasa : Rahayunigsih, D. P. 2005. Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik. Edisi 3. Jakarta. EGC

www.perawatjiwaunpad.blogspot.com